Mengapa kita sering merasa “waktu” cepat sekali
berjalan? Kayaknya baru Lebaran,
tahu-tahu sudah mau Ramadhan lagi, Lebaran lagi.
Jawabannya bisa bermacam-macam tergantung persepsi dan sudut
pandang masing-masing kita. Padahal sebenarnya, “waktu” dari dulu sampai
sekarang ya sama. Sehari 24 jam, seminggu tujuh hari. Yang membedakan adalah
aktivitas mengisi waktu tersebut, kemudian dikaitkan dengan perasaan dan nilai
yang diperoleh. Contohnya, satu jam menunggu seseorang akan terasa lebih lama
dibandingkan dengan main game. Menanti seseorang yang akan membawa sesuatu yang
penting tentu akan memberikan nilai lebih meskipun lelah menunggunya.
Allah SWT menyediakan waktu kepada hamba-Nya agar digunakan
sebaik-baiknya. Sehingga akan ada orang-orang yang beruntung dan ada
orang-orang yang merugi. “Demi masa.
Sesungguhnya manusia dalam kondisi merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan
beramal sholeh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.(QS.Al-Ashr; 1-3)
Jatah waktu yang sama tetapi hasilnya bisa berbeda. Dua
orang yang usianya sama bisa jadi berbeda keilmuannya, karena mungkin yang satu
rajin belajar dan yang lainnya rajin hang-out.
Yang satu beruntung dengan ketaqwaannya dan yang lainnya merugi karena
kemungkarannya. Pepatah yang sering kita dengar “waktu bagaikan pedang, jika
kita tidak memotongnya maka kita yang akan terpotong” maksudnya jika waktu
tidak kita gunakan sebaik-baiknya maka kita akan rugi tidak mendapatkan
apa-apa. Orang yang beruntung adalah yang panjang umurnya dan banyak amal
baiknya. Karena semua perbuatan kita akan dimintakan pertanggungjawaban
dihadapan mahkamah Allah Yang Maha Mengadili.
Semua kita diberi kesempatan yang sama untuk bertaqwa.
Jangan jadikan alasan kesibukan sehingga tidak dapat melakukan amal sholeh.
Karena taqwa berkaitan erat dengan keimanan seseorang dan keimanan berkaitan
dengan hati yang cenderung ber-bolak-balik (baca:plin-plan) maka kesibukan
seseorang juga akan berpengaruh kepada keimanan seseorang. Karenanya menguatkan
keimanan adalah hal yang penting, dimulai dari menanamkan pondasi yang akan
menopang struktur bangunan diatasnya supaya saling terkait dan memperkuat satu
dengan yang lain. Keimanan seseorang akan meningkat dengan ibadahnya dan akan
menurun jika ia melakukan kemaksiatan. Bagi orang yang beriman, dalam memilih
aktivitas tentu memiliki standar ukuran, apakah diridhoi Allah SWT atau tidak? Sesuai
aturan-Nya atau melanggar?. Sehingga apabila aktivitasnya di jalan yang tidak
melanggar aturan Allah SWT maka insyaaLLOH kesibukannya akan semakin
meningkatkan keimanannya.
Nikmat Allah Ar-Rahman
Ar-Rahiim begitu luas kadarnya, sungguh malu rasanya jika kita beribadah
cuma sekedarnya. Allah SWT berfirman “Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari
segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah,
tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan
banyak mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).
Beribadah adalah melaksanakan janji kita kepada Rabb Al-Malikul Quddus. “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka
menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang
demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keEsaan Tuhan)”.
(QS. Al A’raaf, 7 : 172)
Dan Allah SWT menciptakan jin dan manusia dengan tujuan agar
beribadah kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56)
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami
menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan
dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mukminun [23]: 115)
Tujuan beribadah bukan semata agar kita menyembah kepada
Allah SWT saja. Karena jika hanya demikian maka ibadah hanya akan menjadi
ritual, jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan maka ia
berdosa. Lebih dari itu, tujuan beribadah
agar kita dapat mengaplikasikan nilai-nilai-nya dalam kehidupan sehari-hari.
Misalnya, perintah menegakkan sholat agar kita terhindar dari perilaku
perbuatan fahsya’ (keji) dan munkar (tidak mematuhi perintah Allah). Perbuatan
fahsya’ terlihat dari efek madharatnya kepada diri sendiri dan orang lain,
sedangkan perbuatan munkar adalah segala perbuatan dosa yang menjauhkan kita
dari Allah SWT. Shaum Ramadhan dan Zakat
melatih kepedulian sosial. Ibadah haji pun bertujuan agar seseorang yang
telah melaksanakannya dapat memahami makna kehidupan kemanusiaan yang universal.
So, ibadah kita sebenarnya untuk kepentingan kita, bukan
sekedar kewajiban tapi menjadi kebutuhan. Seperti halnya ketika jasmani
membutuh asupan makanan, dengan segera kita memenuhinya agar terhindar dari
berbagai macam efek yang akan timbul seperti lesu, lemas, dan bahkan muncul
penyakit pencernaan. Demikian pula ketika rohani membutuhkan asupan, maka akan
terasa ada yang kurang sebelum kita menunaikannya.
Jika demikian, tidak ada alasan untuk menunda-nunda dalam
menjalankan ibadah. Karena ajal akan tiba kapan saja, tak menunggu usia tua dan
tak harus terbaring sakit. “dan ketika
ajal itu tiba maka ia tidak dapat ditunda ataupun dimajukan sedikitpun”
(QS.Al-A’raf 34).
Menjalankan ibadah akan terasa berat, jika ia hanya menjadi
kewajiban semata.
Menjalankan ibadah akan menjadi penting, jika ia menjadi
kebutuhan.
Menjalankan ibadah akan menjadi ringan, jika ia dibiasakan.
Satu hal yang harus ditanamkan pada diri sendiri:
“Kemuliaan seseorang dihadapan Allah SWT bukan karena
keturunan, bukan karena harta, bukan karena prestasi akademik, bukan karena
fisik, tetapi karena ketaqwaan-nya”
Taqwa bukan hanya menjalankan perintah Allah SWT tetapi
sekaligus menjauhi larangan-Nya. Beribadah
adalah bukti ketaqwaan, Dengan beribadah maka kita akan semakin dekat dengan
Allah Rabbul ‘alamin. Efeknya akhlaq
akan selalu terjaga dijalan yang diridhoi-Nya. Sehingga semakin tinggi tingkat
ketaqwaan seseorang biasanya akan semakin enggan berbuat pelanggaran dan
kemaksiatan. Bukan sekedar menghindari dosa tetapi lebih kepada menjaga amal
sholehnya dari kerusakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar