Berkah Herbal

Selasa, 19 Mei 2015


Mengapa kita sering merasa “waktu” cepat sekali berjalan?  Kayaknya baru Lebaran, tahu-tahu sudah mau Ramadhan lagi, Lebaran lagi.
Jawabannya bisa bermacam-macam tergantung persepsi dan sudut pandang masing-masing kita. Padahal sebenarnya, “waktu” dari dulu sampai sekarang ya sama. Sehari 24 jam, seminggu tujuh hari. Yang membedakan adalah aktivitas mengisi waktu tersebut, kemudian dikaitkan dengan perasaan dan nilai yang diperoleh. Contohnya, satu jam menunggu seseorang akan terasa lebih lama dibandingkan dengan main game. Menanti seseorang yang akan membawa sesuatu yang penting tentu akan memberikan nilai lebih meskipun lelah menunggunya.
Allah SWT menyediakan waktu kepada hamba-Nya agar digunakan sebaik-baiknya. Sehingga akan ada orang-orang yang beruntung dan ada orang-orang yang merugi. “Demi masa. Sesungguhnya manusia dalam kondisi merugi. Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh dan nasehat-menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran.(QS.Al-Ashr; 1-3)
Jatah waktu yang sama tetapi hasilnya bisa berbeda. Dua orang yang usianya sama bisa jadi berbeda keilmuannya, karena mungkin yang satu rajin belajar dan yang lainnya rajin hang-out. Yang satu beruntung dengan ketaqwaannya dan yang lainnya merugi karena kemungkarannya. Pepatah yang sering kita dengar “waktu bagaikan pedang, jika kita tidak memotongnya maka kita yang akan terpotong” maksudnya jika waktu tidak kita gunakan sebaik-baiknya maka kita akan rugi tidak mendapatkan apa-apa. Orang yang beruntung adalah yang panjang umurnya dan banyak amal baiknya. Karena semua perbuatan kita akan dimintakan pertanggungjawaban dihadapan mahkamah Allah Yang Maha Mengadili.
Semua kita diberi kesempatan yang sama untuk bertaqwa. Jangan jadikan alasan kesibukan sehingga tidak dapat melakukan amal sholeh. Karena taqwa berkaitan erat dengan keimanan seseorang dan keimanan berkaitan dengan hati yang cenderung ber-bolak-balik (baca:plin-plan) maka kesibukan seseorang juga akan berpengaruh kepada keimanan seseorang. Karenanya menguatkan keimanan adalah hal yang penting, dimulai dari menanamkan pondasi yang akan menopang struktur bangunan diatasnya supaya saling terkait dan memperkuat satu dengan yang lain. Keimanan seseorang akan meningkat dengan ibadahnya dan akan menurun jika ia melakukan kemaksiatan. Bagi orang yang beriman, dalam memilih aktivitas tentu memiliki standar ukuran, apakah  diridhoi Allah SWT atau tidak? Sesuai aturan-Nya atau melanggar?. Sehingga apabila aktivitasnya di jalan yang tidak melanggar aturan Allah SWT maka insyaaLLOH kesibukannya akan semakin meningkatkan keimanannya.
Nikmat Allah Ar-Rahman Ar-Rahiim begitu luas kadarnya, sungguh malu rasanya jika kita beribadah cuma sekedarnya.  Allah SWT berfirman “Dan Dia telah memberimu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya. Sesungguhnya manusia itu sangat lalim dan banyak mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 34).
Beribadah adalah melaksanakan janji kita kepada Rabb Al-Malikul Quddus. “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab, “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar pada hari kiamat kamu tidak mengatakan, “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keEsaan Tuhan)”. (QS. Al A’raaf, 7 : 172)
Dan Allah SWT menciptakan jin dan manusia dengan tujuan agar beribadah kepada-Nya (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56)
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al Mukminun [23]: 115)
Tujuan beribadah bukan semata agar kita menyembah kepada Allah SWT saja. Karena jika hanya demikian maka ibadah hanya akan menjadi ritual, jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan maka ia berdosa.  Lebih dari itu, tujuan beribadah agar kita dapat mengaplikasikan nilai-nilai-nya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, perintah menegakkan sholat agar kita terhindar dari perilaku perbuatan fahsya’ (keji) dan munkar (tidak mematuhi perintah Allah). Perbuatan fahsya’ terlihat dari efek madharatnya kepada diri sendiri dan orang lain, sedangkan perbuatan munkar adalah segala perbuatan dosa yang menjauhkan kita dari Allah SWT. Shaum Ramadhan dan Zakat  melatih kepedulian sosial. Ibadah haji pun bertujuan agar seseorang yang telah melaksanakannya dapat memahami makna kehidupan kemanusiaan yang universal.
So, ibadah kita sebenarnya untuk kepentingan kita, bukan sekedar kewajiban tapi menjadi kebutuhan. Seperti halnya ketika jasmani membutuh asupan makanan, dengan segera kita memenuhinya agar terhindar dari berbagai macam efek yang akan timbul seperti lesu, lemas, dan bahkan muncul penyakit pencernaan. Demikian pula ketika rohani membutuhkan asupan, maka akan terasa ada yang kurang sebelum kita menunaikannya.

Jika demikian, tidak ada alasan untuk menunda-nunda dalam menjalankan ibadah. Karena ajal akan tiba kapan saja, tak menunggu usia tua dan tak harus terbaring sakit. “dan ketika ajal itu tiba maka ia tidak dapat ditunda ataupun dimajukan sedikitpun” (QS.Al-A’raf 34).
Menjalankan ibadah akan terasa berat, jika ia hanya menjadi kewajiban semata.
Menjalankan ibadah akan menjadi penting, jika ia menjadi kebutuhan.
Menjalankan ibadah akan menjadi ringan, jika ia dibiasakan.
Satu hal yang harus ditanamkan pada diri sendiri:
“Kemuliaan seseorang dihadapan Allah SWT bukan karena keturunan, bukan karena harta, bukan karena prestasi akademik, bukan karena fisik, tetapi karena ketaqwaan-nya”

Taqwa bukan hanya menjalankan perintah Allah SWT tetapi sekaligus menjauhi larangan-Nya.  Beribadah adalah bukti ketaqwaan, Dengan beribadah maka kita akan semakin dekat dengan Allah Rabbul ‘alamin. Efeknya  akhlaq akan selalu terjaga dijalan yang diridhoi-Nya. Sehingga semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang biasanya akan semakin enggan berbuat pelanggaran dan kemaksiatan. Bukan sekedar menghindari dosa tetapi lebih kepada menjaga amal sholehnya dari kerusakan.

Tidak ada komentar: