Berkah Herbal

Jumat, 29 Mei 2015

MENGAWAL GENERASI RABBANI

By : Mahrus Junaidi Elyas

Jika ukuran kebahagian pasangan suami istri adalah dikaruniai keturunan (anak-anak), maka kebahagiaan yang terindah adalah dikaruniai anak yang sholeh. Mereka adalah titipan Alloh SWT seperti halnya  kita dititipi harta. Sebagaimana sifatnya titipan pasti akan dimintai pertanggungjawaban dan harus rela jika sewaktu-waktu diambil oleh Sang Maha Memiliki.  Jika harta lebih mudah mengarahkannya, apakah digunakan untuk sarana penunjang ibadah dan untuk hal-hal yang diridho Alloh atau sebaliknya semakin sibuk menghitung dan menggunakannya untuk hal-hal yang menjauh dari ajaran agama dan dimurkai Alloh SWT, sepenuhnya  tergantung kadar keimanan kita.
Berbeda dengan mengarahkan anak-anak, banyak hal yang harus diperhatikan, antara lain sebagai berikut:

Figur Orang Tua, anak akan tumbuh berkembang dengan melihat figur orang tuanya. Gerak-gerik orang tua terekam sempurna di benak sang anak, bahkan sampai detil. Kebiasaan baik akan terekam dan dengan cepat ditiru oleh sang anak, demikian sebaliknya. Disinilah orang tua harus memilih, jika ingin anak-anaknya berperilaku baik, maka berilah contohnya. Kalau tidak ingin anaknya merokok ya orang tuanya jangan merokok. Kalau ingin anaknya rajin sholat ya harus dimulai dulu orang tuanya rajin sholat. Orang tua nggak bakal susah-susah menyuruh anak perempuannya berhijab jika Bunda-nya sudah lebih dulu berhijab. Karenanya, kebiasaan yang baik akan mudah bagi orang tua  untuk mengarahkan anak-anak berbuat baik juga.
Rumah sebagai madrasatul uula, sekolah pertama yang mengajarkan nilai-nilai luhur kepada anak-anak. Peran orang tua bukan hanya menampilkan perilaku untuk dicontoh tetapi ada proses mengajarkan dan memastikan nilai-nilai yang diajarkan dapat diserap dengan baik oleh anak-anak. Peran ini tidak bisa digantikan oleh orang lain, sekalipun rutin mengundang ustadz ke rumah tetaplah tidak efektif dikarenakan terbatasnya jam pertemuan. Inilah saatnya berbagi tugas,  Ayah sesuai tanggungjawabnya bertugas mencari nafkah untuk keluarga dan Bunda  bertugas menjaga keluarga sehingga lebih banyak waktu berinteraksi dan men-distribusikan nilai-nilai kepada anak-anaknya. Saya lebih banyak menekankan distribusi nilai-nilai yang akan memberikan efek. Karena banyak juga orang tua yang taat beribadah tetapi ditemukan kenyataan anak-anaknya jauh dari kebiasaan orang tuanya. Hal ini bisa terjadi karena tidak adanya komunikasi yang baik sehingga nilai-nilai dimaksud tidak ter-delivered.   Beberapa orang tua yang keduanya bekerja beralasan yang penting ada komunikasi efektif, sehingga masih bisa berinteraksi dengan anak-anak. Semua kembali kepada pilihan masing-masing, tetapi setiap pilihan ada resiko dan masalahnya. Kondisi  kota besar dengan kemacetan yang menghiasi hampir sebagian besar ruas jalan menyebabkan banyak waktu terpakai untuk kegiatan diluar rumah. Sehingga tiba di rumah dengan sisa-sisa tenaga dan konsentrasi, silahkan dibayangkan perhatian seperti apakah yang diberikan kepada anak-anak?. Meskipun tujuan bekerja untuk menambah pendapatan keluarga, silahkan dihitung berapa besar nilai yang didapat dan berapa besar nilai yang dikorbankan? Berapa tambahan penghasilan yang diperoleh dan berapa berkurangnya perhatian pada anak-anak?.
Perhatikan Lingkungan, Banyak orang tua yang kaget begitu mendapati anaknya tiba-tiba mengeluarkan kata-kata yang tak pernah diucapkan sebelumnya. Apalagi kata-kata yang tidak semestinya dan tidak pernah sekalipun terucap dari orang tuanya. Setelah diselidiki ternyata si anak meniru dari temannya bermain.  Karenanya perlu diarahkan agar anak memilih teman-teman dan lingkungan yang baik, dapat dimulai dari memilih lingkungan tempat tinggal, sekolah dan menciptakan suasana lingkungan rumah yang nyaman agar anak-anak tidak banyak menghabiskan waktu bermain di luar rumah. Faktor lingkungan non fisik juga perlu diperhatikan, seperti siaran televisi yang semakin hari cenderung tidak mendidik, dunia internet yang menyajikan milyaran data dan informasi  madu-racun. Jangan merasa tenang dulu bila anak lebih betah di rumah, tapi tidak pernah memperhatikan apa kesibukannya. Jangan-jangan si anak keasyikan menikmati tayangan televise yang menyajikan hiburan sampah, menampilkan kekerasan, mempertontonkan aurat dan pornoaksi. Atau jangan-jangan anak lebih asyik lagi mengakses internet, berinteraksi dengan pengguna lain melalui jejaring sosial dari seluruh penjuru dunia yang beraneka ragam isi otaknya. Ada yang berniat ingin menjalin persahabatan yang tulus, banyak juga yang punya niat jahat. Apakah kita pernah memperhatikan situs apa yang diakses anak-anak kita? Apakah kita pernah mengecek historynya?  Apakah anak pernah terbuka dan menanyakan tentang situs-situs yang dibukanya? Sebaiknya kita harus lebih waspada, karena internet jauh lebih luas jangkauan lingkunan yang dapat diakses anak-anak.  Internet juga begitu mudahnya diakses melalui gadget android dengan sentuhan-sentuhan pada layar touchscreen.  Internet bak pisau tajam, bisa digunakan untuk memotong sayuran bisa juga untuk mencelakai. Semua tergantung siapa yang memegangnya. File di internet banyak yang berbahaya, namun tidak sedikit juga yang memberikan manfaat luar biasa. Seseorang bisa dengan mudah mengakses situs pornografi maupun situs pesantren-digital. Belum lama terungkap kasus penjualan video porno anak dibawah umur, kasus pencabulan anak, dan masih banyak lagi kasus yang melibatkan anak-anak dibawah umur. Perkembangan dunia digital yang begitu pesatnya, sekali lagi kembali menuntut peran orang tua untuk berperan lebih ekstra kepada anak-anak agar dapat memanfaatkannya dengan baik  sesuai dengan kaidah dan perkembangan usianya. 
Anak bak lembaran kertas putih, para orang tua-lah yang memberikan coretan-coretan sehingga lembaran kertas menjadi indah atau malah berantakan tak karuan. “Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yg akan membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani…(HR Muslim no.4803). Karenanya Islam sangat perhatian dalam hal ini. Anak-anak adalah generasi penerus yang akan melanjutkan kehidupan orang tua, melanjutkan estafet dakwah dan menjaga syariat. Di akhirat kelak, anak-anak yang sholeh akan menjadi penolong orang tua masuk ke surganya Alloh SWT. Namun sebaliknya, anak-anak yang tidak diajarkan agama akan protes kepada Alloh SWT dan menahan orang tuanya masuk surga. Nabi Ibrahim AS juga berwasiat kepada anak-cucunya  sebagaimana yang diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 133 “adakah engkau menyaksikan ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia berkata kepada anak-anaknya : “apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab : “kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu ) Tuhan Yang Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. Anak sholeh adalah investasi orang tua, yang akan selalu menerangi alam kubur nya nanti dengan do’a yang dipanjatkan.

Subhanakallohumma wa bihamdika Ashadu an la ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik.

Tidak ada komentar: