By : Mahrus Junaidi Elyas
Jika ukuran kebahagian pasangan suami istri adalah
dikaruniai keturunan (anak-anak), maka kebahagiaan yang terindah adalah
dikaruniai anak yang sholeh. Mereka adalah titipan Alloh SWT seperti halnya kita dititipi harta. Sebagaimana sifatnya
titipan pasti akan dimintai pertanggungjawaban dan harus rela jika sewaktu-waktu
diambil oleh Sang Maha Memiliki. Jika
harta lebih mudah mengarahkannya, apakah digunakan untuk sarana penunjang
ibadah dan untuk hal-hal yang diridho Alloh atau sebaliknya semakin sibuk
menghitung dan menggunakannya untuk hal-hal yang menjauh dari ajaran agama dan
dimurkai Alloh SWT, sepenuhnya tergantung
kadar keimanan kita.
Berbeda dengan mengarahkan anak-anak, banyak hal yang harus
diperhatikan, antara lain sebagai berikut:
Figur Orang Tua,
anak akan tumbuh berkembang dengan melihat figur orang tuanya. Gerak-gerik
orang tua terekam sempurna di benak sang anak, bahkan sampai detil. Kebiasaan
baik akan terekam dan dengan cepat ditiru oleh sang anak, demikian sebaliknya.
Disinilah orang tua harus memilih, jika ingin anak-anaknya berperilaku baik,
maka berilah contohnya. Kalau tidak ingin anaknya merokok ya orang tuanya
jangan merokok. Kalau ingin anaknya rajin sholat ya harus dimulai dulu orang
tuanya rajin sholat. Orang tua nggak bakal susah-susah menyuruh anak
perempuannya berhijab jika Bunda-nya sudah lebih dulu berhijab. Karenanya, kebiasaan
yang baik akan mudah bagi orang tua
untuk mengarahkan anak-anak berbuat baik juga.
Rumah sebagai madrasatul uula, sekolah pertama yang mengajarkan nilai-nilai luhur kepada
anak-anak. Peran orang tua bukan hanya menampilkan perilaku untuk dicontoh
tetapi ada proses mengajarkan dan memastikan nilai-nilai yang diajarkan dapat
diserap dengan baik oleh anak-anak. Peran ini tidak bisa digantikan oleh orang
lain, sekalipun rutin mengundang ustadz ke rumah tetaplah tidak efektif
dikarenakan terbatasnya jam pertemuan. Inilah saatnya berbagi tugas, Ayah sesuai tanggungjawabnya bertugas mencari
nafkah untuk keluarga dan Bunda bertugas
menjaga keluarga sehingga lebih banyak waktu berinteraksi dan men-distribusikan
nilai-nilai kepada anak-anaknya. Saya lebih banyak menekankan distribusi
nilai-nilai yang akan memberikan efek. Karena banyak juga orang tua yang taat
beribadah tetapi ditemukan kenyataan anak-anaknya jauh dari kebiasaan orang
tuanya. Hal ini bisa terjadi karena tidak adanya komunikasi yang baik sehingga nilai-nilai
dimaksud tidak ter-delivered. Beberapa
orang tua yang keduanya bekerja beralasan yang penting ada komunikasi efektif,
sehingga masih bisa berinteraksi dengan anak-anak. Semua kembali kepada pilihan
masing-masing, tetapi setiap pilihan ada resiko dan masalahnya. Kondisi kota besar dengan kemacetan yang menghiasi
hampir sebagian besar ruas jalan menyebabkan banyak waktu terpakai untuk
kegiatan diluar rumah. Sehingga tiba di rumah dengan sisa-sisa tenaga dan
konsentrasi, silahkan dibayangkan perhatian seperti apakah yang diberikan kepada
anak-anak?. Meskipun tujuan bekerja untuk menambah pendapatan keluarga,
silahkan dihitung berapa besar nilai yang didapat dan berapa besar nilai yang
dikorbankan? Berapa tambahan penghasilan yang diperoleh dan berapa berkurangnya
perhatian pada anak-anak?.
Perhatikan Lingkungan,
Banyak orang tua yang kaget begitu mendapati anaknya tiba-tiba mengeluarkan
kata-kata yang tak pernah diucapkan sebelumnya. Apalagi kata-kata yang tidak
semestinya dan tidak pernah sekalipun terucap dari orang tuanya. Setelah
diselidiki ternyata si anak meniru dari temannya bermain. Karenanya perlu diarahkan agar anak memilih
teman-teman dan lingkungan yang baik, dapat dimulai dari memilih lingkungan
tempat tinggal, sekolah dan menciptakan suasana lingkungan rumah yang nyaman
agar anak-anak tidak banyak menghabiskan waktu bermain di luar rumah. Faktor
lingkungan non fisik juga perlu diperhatikan, seperti siaran televisi yang
semakin hari cenderung tidak mendidik, dunia internet yang menyajikan milyaran
data dan informasi madu-racun. Jangan
merasa tenang dulu bila anak lebih betah di rumah, tapi tidak pernah
memperhatikan apa kesibukannya. Jangan-jangan si anak keasyikan menikmati
tayangan televise yang menyajikan hiburan sampah, menampilkan kekerasan,
mempertontonkan aurat dan pornoaksi. Atau jangan-jangan anak lebih asyik lagi
mengakses internet, berinteraksi dengan pengguna lain melalui jejaring sosial
dari seluruh penjuru dunia yang beraneka ragam isi otaknya. Ada yang berniat
ingin menjalin persahabatan yang tulus, banyak juga yang punya niat jahat.
Apakah kita pernah memperhatikan situs apa yang diakses anak-anak kita? Apakah
kita pernah mengecek historynya? Apakah
anak pernah terbuka dan menanyakan tentang situs-situs yang dibukanya?
Sebaiknya kita harus lebih waspada, karena internet jauh lebih luas jangkauan
lingkunan yang dapat diakses anak-anak. Internet
juga begitu mudahnya diakses melalui gadget android dengan sentuhan-sentuhan
pada layar touchscreen. Internet bak pisau tajam, bisa digunakan untuk
memotong sayuran bisa juga untuk mencelakai. Semua tergantung siapa yang memegangnya.
File di internet banyak yang
berbahaya, namun tidak sedikit juga yang memberikan manfaat luar biasa. Seseorang
bisa dengan mudah mengakses situs pornografi maupun situs pesantren-digital. Belum
lama terungkap kasus penjualan video porno anak dibawah umur, kasus pencabulan
anak, dan masih banyak lagi kasus yang melibatkan anak-anak dibawah umur.
Perkembangan dunia digital yang begitu pesatnya, sekali lagi kembali menuntut
peran orang tua untuk berperan lebih ekstra kepada anak-anak agar dapat memanfaatkannya
dengan baik sesuai dengan kaidah dan perkembangan
usianya.
Anak bak lembaran kertas putih, para orang tua-lah yang
memberikan coretan-coretan sehingga lembaran kertas menjadi indah atau malah
berantakan tak karuan. “Seorang bayi tak dilahirkan (ke dunia ini) melainkan ia
berada dalam kesucian (fitrah). Kemudian kedua orang tuanyalah yg akan
membuatnya menjadi Yahudi, Nasrani…(HR Muslim no.4803). Karenanya Islam sangat
perhatian dalam hal ini. Anak-anak adalah generasi penerus yang akan melanjutkan
kehidupan orang tua, melanjutkan estafet dakwah dan menjaga syariat. Di akhirat
kelak, anak-anak yang sholeh akan menjadi penolong orang tua masuk ke surganya
Alloh SWT. Namun sebaliknya, anak-anak yang tidak diajarkan agama akan protes
kepada Alloh SWT dan menahan orang tuanya masuk surga. Nabi Ibrahim AS juga
berwasiat kepada anak-cucunya
sebagaimana yang diabadikan dalam Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 133 “adakah
engkau menyaksikan ketika Ya’kub kedatangan (tanda-tanda) kematian, ketika ia berkata
kepada anak-anaknya : “apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab :
“kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan
Ishaq, (yaitu ) Tuhan Yang Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. Anak
sholeh adalah investasi orang tua, yang akan selalu menerangi alam kubur nya
nanti dengan do’a yang dipanjatkan.
Subhanakallohumma wa
bihamdika Ashadu an la ilaaha illa anta astaghfiruka wa atuubu ilaik.