Senin, 15 November 2010
Antara Mbah Maridjan dan Mbah Rono
Alhamdulillah akhirnya aktivitas Merapi semakin mereda. Beberapa warga sudah mulai berani kembali ke rumahnya hanya untuk sekedar bersih-bersih dari abu dan pasir vulkanik. Erupsi Merapi selama bulan Oktober hingga November 2010 tergolong besar meskipun masih lebih besar erupsi pada tahun 1872.
Tanda-tanda peningkatan aktivitas Merapi diawali dengan beberapa kali munculnya gempa vulkanik disusul keluarnya abu dan hujan panas atau sering disebut wedhus gembel hingga keluarnya lava pijar yang terdorong oleh tekanan magma dalam perut bumi. Semua ini tak luput dari pemantauan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta dan semakin meningkatnya aktivitas Merapi akhirnya komando diambilalih oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementrian ESDM yang dikomandani oleh Surono.
Seluruh data pemantauan instrumental dan visual Merapi diolah, diserap, dan dianalisisnya untuk mengambil keputusan-keputusan penting, khususnya terkait dengan keamanan warga di sekitar Merapi—ini terkait dengan penentuan radius bahaya primer Merapi. Tugas yang diembannya amat berat mengingat faktor-faktor: tingkat kesulitan yang tinggi dalam memprediksi perilaku suatu gunung api, keselamatan jiwa warga yang dipertaruhkan, serta dampak-dampak sosial, ekonomi, dan psikologis dari sebuah keputusan. Di ranah itulah posisi Surono berada. Selalu menghadapi dilema dari waktu ke waktu. Hasil analisis dan keputusannya diteruskan sebagai rekomendasi kepada pemerintah daerah sekeliling Merapi dan pihak-pihak terkait lainnya.
Rekomendasi itu menjadi patokan bertindak, khususnya dalam upaya mitigasi dengan mengevakuasi warga. Maka, Surono pun sering dipanggil dengan sebutan Mbah Rono, mengacu pada panggilan kuncen gunung yang perannya dekat dengan warga. Salah satu saat paling krusial adalah saat dia menaikkan status Merapi dari Siaga (level III) menjadi Awas (level tertinggi), pada 25 Oktober. Status Awas mengandung konsekuensi: pemerintah harus mengungsikan puluhan ribu penduduk dari ”zona merah” saat itu radiusnya 10 kilometer dari puncak.
Mbah Maridjan yang memiliki nama asli Mas Penewu Surakso Hargo dikenal sebagai juru kunci Merapi. Jabatan ini konon diberikan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX, karenanya ia menjadi rujukan warga bila Merapi akan meletus dan menunggu komando untuk mengungsi atau tidak.
Simbah yang terkenal dengan slogan "rosa-rosa!" yang dilahirkan pada 5 Februari 1927 itu semakin terkenal sejak ia dengan gagah berani tidak mau meninggalkan kediamannya saat Merapi akan meletus tahun 2006 lalu, meskipun tanpa menggunakan peralatan untuk mendeteksi aktivitas gunung Merapi yang hendak meletus. Orang-orang sekitar mempercayai ada kemampuan "linuwih" dan Mbah Maridjan terlanjur dijadikan panutan, meskipun pada erupsi tahun ini Mbah Maridjan menginstruksikan masyarakat sekitar untuk mempercayai pemantauan Merapi dengan menggunakan teknologi seperti yang dilakukan oleh PVMBG, namun ada saja yang masih menunggu instruksinya Simbah. Bahkan Mbah Maridjan sendiri tidak bergeming di tempat kediamannya hingga awan panas menerjang dan Simbah-pun tak dapat diselamatkan.
Sebagian orang memuji sikap Mbah Maridjan dengan sebutan "juru kunci yang setia pada Merapi" hingga menemui ajalnya.
Meskipun ajal memang sudah ditentukan oleh Alloh Yang Maha Kuasa, namun manusia wajib ikhtiar untuk menghindarkan hal-hal yang membahayakan dirinya. Entah apa sebabnya Mbah Maridjan belum mau meninggalkan kediamannya masih menjadi tanda tanya. Apakah ia ingin menjadi orang terakhir yang turun setelah semua warga diselamatkan atau Simbah masih mempercayai sinyal-sinyal yang ia tangkap bahwa Merapi tidak jadi meletus seperti tahun 2006 lalu?
Entahlah, yang jelas peran juru kunci yang memahami tanda-tanda Merapi hendak meletus dan seberapa besar tingkat erupsinya pernah ia lakoni dan kadung dipercayai oleh warga sekitar Merapi.
Dan pada erupsi tahun ini fungsi juru kunci dimana aktivitas Merapi dipantau dan dikaji tingkat bahayanya secara ilmiah dengan menggunakan peralatan yang memadai.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar